Thursday, May 23, 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN KEPOLISIAN DI INDONESIA




Oleh : BST. Wily Yulistiyo
Taruna Tk. III Akademi Kepolisian Den 45/BLB

I.                 PENDAHULUAN
Republik Indonesia merupakan salah satu negara dengan wilayah dan jumlah penduduk terbesar di Dunia. Bukan hanya besar dalam wilayah dan jumlah penduduk,  Indonesia juga memiliki berbagai keragaman yang menjadikan Indonesia begitu majemuk. Mulai dari Agama, Suku, dan Bahasa yang beragam secara nyata menimbulkan interaksi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara yang dinamis seiring perkembangan kehidupan masyarakat di Indonesia. Adanya interaksi yang demikian kemudian memungkinkan terjadinya berbagai resiko dan ancaman konflik akibat perbedaan yang nyata tersebut. Jadi pada dasarnya keberagaman yang ada di Indonesia merupakan potensi yang dapat sangat berharga namun apabila tidak ada upaya dan kesadaran untuk menyatukan setiap perbedaan maka potensi tersebut akan lebih mengarah pada hal yang kurang menguntungkan bagi bangsa Indonesia sendiri. Sedangkan adanya negara salah satunya adalah untuk melindungi hak-hak warga negara nya dan mempertahankan kedaulatan. Dengan demikian maka keamanan dan ketertiban dalam kehidupan berbangsa dan bernegara adalah suatu hal yang mutlak di butuhkan oleh bangsa Indonesia.
     Keamanan dan ketertiban pada dasarnya harus di laksanakan dan di dukung oleh seluruh elemen dalam suatu negara. Pemerintah membuat hukum, masyarakat melaksanakan dan mematuhi hukum, serta adanya lembaga – lembaga yang menegakan hukum manakala ada pelanggaran atau penyimpangan terhadap hukum yang berlaku. Dengan berjalannya hukum dalam suatu negara maka akan tercipta keamanan dan ketertiban sebagaimana menjadi kebutuhan bagi setiap warga negara. Untuk itu, demi menjamin terlaksananya setiap hukum yang berlaku maka harus ada lembaga yang bertugas untuk menegakan hukum serta menjaga keamanan dan ketertiban yaitu polisi.
     Sebelum kemerdekaan Indonesia, sebenarnya sudah banyak di bentuk polisi – polisi di berbagai daerah namun sifatnya hanya untuk bidang tertentu dan cenderung kedaerahan seperti Polisi Hutan, Polisi Pangreh Praja, dan Polisi Lapangan. Namun karena polisi – polisi tersebut masih di bawah penjajahan Jepang, pada kenyataannya tugas mereka lebih di arahkan untuk melindungi kepentingan Jepang.  Tiap-tiap kantor polisi di daerah meskipun dikepalai oleh seorang pejabat kepolisian bangsa Indonesia, tapi selalu didampingi oleh pejabat Jepang yang disebut sidookaan yang dalam praktik lebih berkuasa dari kepala Polisi.
Kurang lebih 3 tahun Masa Pendudukan Jepang di Indonesia, pada Agustus 1945 Jepang menyerah kepada sekutu yang di susul Kemerdekaan Bangsa Indonesia Pada tanggal 17 Agustus 1945.  Dengan kemerdekaan itu secara resmi kepolisian menjadi Kepolisian Indonesia yang merdeka.
Pada tanggal 19 Agustus 1945 dibentuk Badan Kepolisian Negara (BKN) oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Pada tanggal 21 Agustus 1945 Komandan Polisi Surabaya Letnan Satu Polisi Mochammad Jassin memproklamasikan Pasukan Polisi Republik Indonesia sebagai langkah awal yang dilakukan serta untuk membangkitkan semangat kemerdekaan seluruh rakyat. Pada tanggal 29 September 1945 Presiden Soekarno melantik R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo menjadi Kepala Kepolisian Negara (KKN). Pada saat itu Kepolisian berada di bawah Kementerian Dalam Negeri dengan nama Djawatan Kepolisian Negara yang hanya bertanggung jawab masalah administrasi, sedangkan masalah operasional bertanggung jawab kepada Jaksa Agung.
Kemudian pada tanggal 1 Juli 1946 dengan Ketetapan Pemerintah No. 11/S.D./1946 Djawatan Kepolisian Negara tidak lagi di bawah Mendagri namun bertanggung jawab langsung kepada Perdana Menteri. Hingga saat ini Setiap Tanggl 1 Juli di peringati sebagai Hari Bhayangkara.
Pada masa kabinet Presidential tanggal 4 Februari 1948 dikeluarkan Tap Pemerintah No. 1/1948 yang menetapkan bahwa Kepolisian Negara dipimpin langsung oleh Presiden/Wakil Presiden dalam kedudukannya sebagai Perdana Menteri/Wakil Perdana Menteri. Pada Masa RIS tahun 1950 R.S. Sukanto diangkat sebagai Kepala Jawatan Kepolisian Negara RIS dan R. Sumanto diangkat sebagai Kepala Kepolisian Negara RI berkedudukan di Yogyakarta. Pada Agustus 1950 kembali di bentuk Negara Kesatuan dengan berlakunya UUDS 1950 yang menganut Sistem Parlementer, Kepala Kepolisian Negara tetap R.S. Soekanto yang bertanggung jawab kepada Presiden / Perdana Menteri.
Pada 1 Juli 1955, di resmikanlah Panji – panji Kepolisian Negara. Pembuatan Panji – panji Kepolisian RI ini berdasarkan perintah KKN R.S. Soekanto Nomor. 4/XVI/1955 tanggal 2 maret 1955. Dalam Upacara penyerahan Panji – panji Kepolisian Negara oleh Presiden Soekarno, Kepala Kepolisian Negara R.S. Soekanto Tjokrodiatmodjo atas nama seluruh Korps Kepolisian Negara di saksikan oleh presiden dan para pejabat pemerintahan mengikrarkan Tribrata sebagai kaul, sebagai cita – cita kepribadian Kepolisian RI serta sebagai pedoman hidup bagi seluruh anggota Kepolisian Negara RI. Tribrata ini di gagas oleh dua Guru Besar PTIK yaitu Prof. Mr. Djokosutono dan Prof. Dr. Prijono. Untuk memudahkan pelaksanaannya Tribrata di rumuskan dalam norma hidup konkret. Rumusan itu di mulai pada Mei 1958 oleh Kombes I jen Mohammad Soerjopranoto di bandung dengan rumusan sebagai berikut :
1.     Polisi itu Abdi dari pada Nusa dan Bangsa ( Rastra Sewakottama )
2.     Polisi itu Warga Negara Utama dari pada Negara ( Nagara Yanotama )
3.     Polisi itu wajib menjaga ketertiban pribadi dari pada rakyat ( Yana Anucasana Dharma )
Pada 5 Juli 1959 keluar Dekrit Presiden yang memberlakukan kembali UUD 1945. Pada 10 Juli 1959 keluar Keppres No. 153 / 1959 dimana Kepala Kepolisian Negara di beri kedudukan sebagai Menteri Negara ex-officio. Pada tanggal 13 Juli 1959 dengan Keppres No. 154/1959 Kapolri juga menjabat sebagai Menteri Muda Kepolisian dan Menteri Muda Veteran. Pada tanggal 26 Agustus 1959 dengan Surat Edaran Menteri Pertama No. 1/MP/RI1959, ditetapkan sebutan Kepala Kepolisian Negara diubah menjadi Menteri Muda Kepolisian yang memimpin Departemen Kepolisian. Pada saat itu Presiden Soekarno menyatakan akan membentuk ABRI yang terdiri atas  Angkatan Perang dan Angkatan Kepolisian. Namun R.S. Soekanto tidak setuju dengan alasan untuk menjaga profesionalisme kepolisian. Pada tanggal 15 Desember 1959 R.S. Soekanto mengundurkan diri dari jabatan Kapolri / Menteri Muda Kepolisian.
Dengan Tap MPRS No. II dan III tahun 1960 dinyatakan bahwa ABRI terdiri atas Angkatan Perang dan Polisi Negara. Berdasarkan Keppres No. 21/1960 sebutan Menteri Muda Kepolisian ditiadakan dan selanjutnya disebut Menteri Kepolisian Negara bersama Angkatan Perang lainnya dan dimasukkan dalam bidang keamanan nasional.
     Pada 1 Juli 1960, Presiden Soekarno dalam paparannya pada Upacara peringatan Hari Bhayangkara memaparkan Catur Prasetya sebagai Pedoman Kerja Kepolisian Negara. Artinya dalam melaksanakan tugas, Anggota Kepolisian harus berpedoman pada 4 janji yaitu
1.     SATYA HAPRABU : Setia kepada Negara dan Pimpinan
2.     HANYAKEN MUSUH : Mengeyahkan musuh-musuh Negara dan masyarakat
3.     GINEUNG PRATIDINA : Mengagungkan Negara
4.     TAN SATRISNA : Tidak terikat trisna pada sesuatu

II.               PEMBAHASAN
UU NO. 13 TAHUN 1961 TENTANG KETENTUAN – KETENTUAN POKOK KEPOLISIAN NEGARA
     Pada Tanggal 19 Juni 1961 DPR-GR mengesahkan UU No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan – ketentuan Pokok Kepolisian Negara. Penyusunan Undang-undang Pokok Kepolisian ini didasarkan pada Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor I/MPRS/ 1960 dan Nomor II MPRS/ 1960 (Lampiran A mengenai bidang Keamanan /Pertahanan Nomor 42, Nomor 46 dan Nomor 48). Sesuai dengan Pasal 1 undang -  undang ini, Polri merupakan alat negara Penegak hukum yang terutama bertugas memelihara keamanan dalam negeri dengan menjunjung tinggi Hak asasi rakyat dan hukum Negara. Yang mendasar adalah berdasarkan undang-undang ini, Polri merupakan Angkatan Bersenjata ( Pasal 3 ). Pada saat itu pelaksanaan tugas kepolisian Negara bersifat Preventif ( pencegahan ) dan Represif ( Penindakan ). Pada saat itu Kepolisian Negara Republik Indonesia sama halnya dengan alat-alat kekuasaan negara lainnya. Yaitu sebagai alat revolusi dalam rangka Pembangunan Nasional Semesta Berencana untuk menuju tercapainya masyarakat adil dan makmur bersama berdasarkan Pancasila atau masyarakat Sosialis Indonesia guna memenuhi Amanat Penderitaan Rakyat.  
     Pada masa Kapolri Jend. Pol. R. Soetjipto Joedodihardjo, mulai berdiri Akademi Angkatan Kepolisian (1 Oktober 1965). Namun, pada 16 Desember 1965, pendidikan akademi itu disatukan ke dalam pendidikan ABRI, dan namanya menjadi AKABRI Bagian Kepolisian. Pada masa kepemimpinan beliau juga, nama Departemen Angkatan Kepolisian ( DEPAK ) diubah menjadi Kementrian Angkatan Kepolisian ( KEPAK ) dan diubah kembali menjadi Departemen Angkatan Kepolisian ( DEPAK ) sehubungan dengan keluarnya Keputusan Presiden 27 Maret 1966 tentang susunan Kabinet Dwikora yang disempurnakan lagi (Dwikora III).
     Pada Masa Kapolri Jend. Pol Hoegeng Iman Santoso yang merupakan salah satu penanda tangan Petisi 50 ada juga beberapa perubahan mendasar berdasarkan Keppres No. 52 Tahun 1969 seperti berubahnya sebutan Panglima Angkatan Kepolisian RI ( PANGAK RI ) menjadi Kepala Kepolisian RI ( KAPOLRI ) dan sebutan Markas Besar Angkatan Kepolisian menjadi Markas Besar Kepolsian RI ( MABAK ). Kemudian Kebijakan beliau yang terkenal adalah kebujaan Helmisasi.
     Pada masa Kapolri Widodo Budidarmo ada satu prestasi yang harus dicatat dalam lembar perjalanan kepolisian, yaitu ketika Polri sepakat mendirikan Kantor Bersama 3 Instansi (Samsat) di wilayah hukum Polda Metro Jaya. Ketiga instansi itu masing-masing adalah Polri, Pemda DKI Jakarta dan Perum AK Jasa Raharja mencapai kata sepakat untuk membuka kantor seatap di Polda. Program bersama ini dioperasikan dalam rangka pengurusan surat-surat kendaraan bermotor, seperti STNK, BPKB dan lain-lain.
     Pada Masa itu penegakan hukum masih berpedoman pada Het Herziene Inlandsch Reglement (Staatsblad Tahun 1941 Nomor 44) atau biasa disebut HIR hingga kemudian pada masa Kapolri Jend. Pol. Awaludin Djamin, MPA. di sahkan UU No. 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana yang menjadi landasan Aparat penegak Hukum dalam beracara hingga saat ini menggantikan HIR karena isinya yang merupakan Produ kolonial belanda yang di anggap telah usang dan tidak manusiawi. Dalam hal ini, Polri berperan aktif menyumbangkan pokok-pokok pikiran untuk materi KUHAP baru itu.
     Pada pertengahan tahun 1980 an Kapolri Jend. Pol. Anton Sudjarwo mengeluarkan kebijakan Rekonfu. Rekonfu adalah singkatan dari kata reorganisasi, konsolidasi, dan fungsionalisasi.  Istilah reorganisasi, konsolidasi, dan fungsionalisasi apabila disingkat yaitu menjadi rekonfu. Akronim  rekonfu (reorganisasi, konsolidasi, dan fungsionalisasi) merupakan singkatan/akronim resmi dalam Bahasa Indonesia.
UU NO. 28 TAHUN 1997 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Pada tanggal 7 Oktober 1997  di sahkan UU no. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indoesia yang mencabut UU No. 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan – Ketentuan Pokok Kepolisian Negara. Pada dasarnya Undang – undang ini untuk lebih memantapkan kedudukan, peranan, dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai unsur Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, yang terutama berperan memelihara keamanan dalam negeri, sebagai alat negara penegak hukum, pengayom, dan pembimbing masyarakat yang melaksanakan fungsi kepolisian dalam tata susunan kekuasaan badan-badan penegak hukum dan keadilan sebagaimana di amanatkan oleh Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1982 Nomor 51, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3234) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1988 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 20 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pertahanan Keamanan Negara Republik Indonesia (Lembaran Negara Tahun 1988 Nomor 3, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3368).
Pada Pasal 2, mengatur tentang penerapan prinsip – prinsip Hak Asasi Manusia dalam pelaksanaan tugas kepolisian sebagaimana di amanatkan dalam UUD 1945 serta Deklarasi Umum Hak Asasi Manusia oleh PBB Tahun 1948. Dengan ini di harapkan Polisi semakin Profesional dalam pelaksanaan tugas dan menjunjung tinggi Hak Asasi setiap orang. Hingga kemudian di sahkan UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, yang mana undang – undang itu semakin melindungi Hak Asasi setiap Warga Negara. Perlindungan HAM pada masa itu merupakan tuntutan utama rakyat indonesia akibat terjadi beberapa kasus pelanggaran HAM.  
Pada masa berlakunya Undang – undang ini terjadi peristiwa yang amat penting yang kemudian berdampak besar terhadap bangsa Indonesia yaitu Reformasi. Jatuhnya pemerintahan Soeharto Pada Mei 1998 menyebabkan perubahan yang amat besar dan mendasar khususnya bagi institusi Polri.
Pada tanggal 1 April 1999 berdasarkan Instruksi Presiden No. 2 Tahun 1999 tentang Langkah-Langkah Kebijakan Dalam Rangka Pemisahan Kepolisian Negara RI dari Angkatan Bersenjata RI, dimulailah kemandirian Kepolisian Negara Republik Indonesia di mana pada saat itu terpisah dari Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI), selaku bagian daripada proses reformasi.
Selanjutnya Pada 1 Juli 2000 Presiden mengeluarkan Keppres No. 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam Keppres ini di tegaskan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia langsung di bawah Presiden dan Kapolri bertanggung jawab Kepada Presiden. Kemudian Keputusan ini juga mengamanatkan untuk menyusun Rancangan Undang – undang pengganti UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia karena isinya sudah tidak sesuai lagi dengan Dinamika Ketatanegaraan di Indonesia.
Pada Tanggal 18 Agustus 2000 di tetapkan amandemen yang ke dua Undang – Undang Dasar Negara Indonesia Tahun 1945 yang mana terjadi perubahan pada Bab XII tentang Pertahanan dan Keamanan. Pada Pasal 30 ayat ( 4 ) berbunyi “ Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat bertugs melindungi, mengayomi, melayani masyarakat, serta menegakan hukum “. Dengan demikian maka Kedudukan dan fungsi Kepolisian Negara Republik Indonesia secara tegas di atur dalam UUD 1945. Kemudian Pada Sidang dan hari yang sama di tetapkan pula Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ( TAP MPR ) No. VI/MPR/2000  tentang Pemisahan Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang memisahkan TNI dan Polri secara kelembagaan. Selanjutnya di tetapkan pula Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat ( TAP MPR ) No. VII/MPR/2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam ketetapan ini di atur bahwa anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tunduk pada kekuasaan Peradilan Umum ( Pasal 7 ayat (4) ) dan di atur ada nya Lembaga Kepolisian Nasional yang membantu Presiden dalam menetapkan arah kebijakan Kepolisian Negara Republik Indonesia ( Pasal 8 ). Kemudian pada Pasal 10 di atur bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak terlibat dalam Politik praktis dan Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak memiliki hak pilih dan di pilih namun anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di Luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas Kepolisian.
UU NO. 2 TAHUN 2002 TENTANG KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
Sebagaimana tertuang dalam Keppres No. 89 Tahun 2000 tentang Kedudukan Kepolisian Negara Republik Indonesia yang mengamanatkan adanya Undang – undang pengganti UU No. 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia karena muatannya yang tidak sesuai lagi dengan sistem Ketatanegaraan Indonesia maka pada tanggal 8 Januari 2002 di sahkan UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Undang-Undang ini diharapkan dapat memberikan penegasan watak Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagaimana dinyatakan dalam Tri Brata dan Catur Prasatya sebagai sumber nilai Kode Etik Kepolisian yang mengalir dari falsafah Pancasila. Disusun nya Undang – undang ini telah di landaskan pada berbagai dinamika kehidupan bangsa seperti Perlindungan HAM sebagaimana di atur dalam UU No. 5 Tahun 1998 tentang ratifikasi Konvensi menentang penyiksaan dan perlakuan atau penghukuman lain yang kejam, tidak manusiawi atau merendahkan martabat manusia, UU No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia dan UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Sehingga setiap anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia wajib mempedomani dan menaati ketentuan Undang - undang di atas.
Dalam Pasal 13 diatur tentang Tugas Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia yaitu :
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Dimana urutan di atas bukan menunjukan adanya skala prioritas namun semua nya sama penting dan merupakan tugas yang utama bagi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
     Kemudian pada pasal 18 berbunyi:
(1) Untuk kepentingan umum pejabat Kepolisian Negara
Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya dapat bertindak menurut penilaiannya sendiri.
2) Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) hanya dapat dilakukan dalam keadaan yang sangat perlu
dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan, serta
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Ketentuan tersebut merupakan dasar hukum bagi anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk melakukan Diskresi Kepolisian. Yaitu tindakan anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia atas dasar penilaiannya sendiri dalam keadaan tertentu demi kepentingan masyarakat umum.
Substansi lain yang baru dalam Undang – undang ini adalah adanya Komisi Kepolisian Nasional ( Kompolnas ) yang bertugas membantu Presiden dalam menentukan arah kebijakan Polri serta memerikan pertimbangan dalam pengangkatan dan pemberhentian Kapolri sebagaimana di amanatkan dalam TAP MPR No. VII / MPR / 2000 tentang Peran Tentara Nasional Indonesia dan Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Kemudian Undang – undang ini semakin mempertegas bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia bersifat netral dan tidak terlibat politik aktif serta Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia tidak memiliki Hak Pilih dan Hak untuk dipilih.
Pada pasal 34 dan pasal 35 di atur tentang Kode Etik Profesi Polri ( KEPP ) yang kemudian di wujudkan dalam Peraturan Kapolri No. 7 Tahun 2006 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia selanjutnya di perbarui dengan Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. Kode Etik ini merupakan pedoman bagi pengemban fungsi kepolisian lainnya dalam melaksanakan tugas sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di lingkungannya.
Pada Tanggal 24 Juni 2002 terbitlah Surat Keputusan Kapolri No. Pol : Skep/17/VI/2002 yang memutuskan rumusan Tri Brata yang baru yang berbunyi sebagai berikut :
TRI BRATA
Kami Polisi Indonesia :
1.     Berbakti kepada Nusa dan Bangsa dengan penuh ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa.
2.     Menjunjung tinggi kebenaran, keadilan dan kemanusiaan dalam menegakan hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan Undang – undang Dasar 1945.
3.     Senantiasa melindungi mengayomi dan melayani masyarakat dengan keikhlasan untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban.
Demikian hal nya dengan Catur Prasetya dengan rumusan baru yang di rumuskan mulai 24 April – 23 Juni 2004 dan di sahkan dengan Keputusan Kapolri No. Pol : Kep/39/IX/2004 tanggal 9 September 2004 tentang Pengesahan Pemaknaan Baru Catur Prasetya. Dengan rumusan sebagai berikut :
CATUR PRASETYA
Sebagai insan Bhayangkara kehormatan saya adalah berkorban demi masyarakat Bangsa dan Negara untuk :
1.     Meniadakan segala bentuk gangguan keamanan
2.     Menjaga keselamatan jiwa raga, harta benda dan hak asasi manusia
3.     Menjamin kepastian berdasarkan hukum
4.     Memelihara perasaan tenteram dan damai
Dalam Perjalanannya kemudian ada beberapa kebijakan penting dari Kapolri setelah Undang – undang ini berlaku yaitu Grand Strategy Polri 2005 – 2025 yang dicanangkan oleh Kapolri Jend. Pol. Drs. Sutanto. Grand Strategy yang di maksud adalah Trust Building (2005–2009), Partnership Building (2010–2014), dan Strive for Excellent (2015-2025). Kemudian ada juga Program Quick Wins oleh Kapolri Jend. Pol. Drs. Bambang Hendarso Danuri yang merupakan Program unggulan Polri dalam rangka Akselerasi untuk mencapai sasaran Polri 2005 – 2009.
Dalam rangka meningkatkan Profesionalitas Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia terutama dalam hal Penyidikan maka melalui Peraturan Kapolri No. 1 Tahun 2012 tentang Rekruitmen dan Seleksi Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia, Penyidik Polri berpangkat serendah – rendahnya Inspektur Polisi Tk. II ( IPDA ) dan berijasah Sarjana Strata 1 ( S 1 ) . Hal ini sebagai salah satu terobosan utama polri untuk meningkatkan kualifikasi seorang Penyidik.
Kemudian salah hal yang menonjol berikutnya adalah dalam Peraturan Kapolri No. 14 Tahun 2011 tentang Kode Etik Profesi Polri Pasal 7 ayat ( 3 ) di atur bahwa Seorang bawahan berhak untuk menolak perintah Atasan yang bertentangan dengan norma hukum, norma agama, dan norma kesusilaan. Sehingga dengan di aturnya hal tersebut dalam Kode Etik Profesi Polri, maka semakin meningkatkan transparansi dan pengawasan bawahan terhadap atasannya.
III.              PENUTUP
Kepolisian Negara Republik Indonesia merupakan alat utama negara yang bertanggung jawab dalam Keamanan Negara dan Penegakan Hukum di Indonesia. Sejak Awal Kemerdekaan Indonesia, Polri telah menunjukan eksistensi dan turut serta dalam memperjuangkan kemerdekaan serta mempertahankan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Meskipun dalam perjalanannya begitu banyak dinamika yang terjadi. Mulai dari kedudukannya yang di bawah kemendagri, di bawah ABRI hingga berkedudukan langsung di bawah Presiden. Kemudian perubahan Tri Brata dan Catur Prasetya sebagai pedoman hidup dan pedoman kerja anggota Polri. Hingga perubahan dasar Hukum Kepolisian Negara Republik Indonesia. Namun demikian, semua dinamika dan perjalanan panjang Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam Menjaga Keamanan dan menegakan hukum di Republik indonesia menunjukan bahwa Kepolisian Negara Republik Indonesia semakin matang dan profesional dalam melaksanakan tugas – tugas kepolisian sebagaimana di amanatkan dalam Undang – undang. Hal ini di tunjukan dengan prestasi Kepolisian Negara Republik Indonesia yang luar biasa terutama di bidang terorisme dan Narkotika. Bahkan prestasi ini di akui oleh dunia Internasional.
Dengan demikian maka hendaknya seluruh elemen masyarakat dan pemerintahan turut serta dalam upaya menjaga keamanan dan ketertiban serta mendukung Kepolisian Negara Republik Indonesia dalam melaksanakan tugas – tugas kepolisian demi tercapainya cita – cita bangsa Indonesia sebagaimana tercantum dalam Pancasila.



No comments:

wilz end

makasih atas kunjungannya...
semoga selamat sampai tujuan...


W`ilz~en~Ciel production